Sabtu, 05 Maret 2011

Uji Identifikasi Protein


I.                   TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat memahami metode identifikasi protein secara kualitatif

II.                TEORI DASAR
Protein
Kata protein sebenarnya berasal dari kata Yunani yang berarti pertama yang paling penting, asal dari kata protos. Protein terdiri dari bermacam-macam golongan makromolekul heterogen. Walaupun demikian semuanya merupakan turunan dari polipeptida dengan berat molekul yang tinggi, secara kimia dapat dibedakan antara protein sederhana yang terdiri dari polipeptida dengan berat molekkul yang tinggi. Secara kimia dapat dibedakan antara protein sederhana yang terdiri dari polipeptida dan protein kompleks yang mengandung zat-zat makanan tambahan seperti hern, karbohidrat, lipid atau asam nukleat. Untuk protein kompleks, bagian polipeptida dinamakan aproprotein dan keseluruhannya dinamakan haloprotein. Secara fungsional protein juga menunjukkan banyak perbedaan. Dalam sel mereka berfungsi sebagai enzim, bahan bangunan, pelumas dan molekul pengemban. Tapi sebenarnya protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan peptida (Hart, 1987).
Protein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai berat molekul besar antara ribuan hingga jutaan satuan(g/mol). Protein tersusun dari atom-atom C,H,O dan N ditambah beberapa unsur lainnya seperti P dan S. Atom-atom itu membentuk unit-unit asam amino. Urutan asam amino dalam protein maupun hubungan antara asam amino satu dengan yang lain, menentukan sifat biologis suatu protein. (Girinda, 1990).
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung gula terpor belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. (Winarnno, 1997).
Kunci ribuan protein yang berbeda strukturnya adalah gugus pada molekul unit pembangunan protein yang relatif sederhana dibangun dari rangkaian dasar yang sama, dari 20 asam amino mempunyai rantai samping yang khusus, yang berikatan kovalen dalam urutan yang khas. Karena masing-masing asam amino mempunyai rantai samping yang khusus yang memberikan sifat kimia masing-masing individu, kelompok 20 unit pembangunan ini dapat dianggap sebagai abjad struktur protein. (Lehninger, 1996).

Fungsi Protein
·         Sebagai Enzim
Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau di bantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim, dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbondioksida yang sangat rumit seperti replikasi kromosom. Protein besar peranannya terhadap perubahab-perubahan kimia dalam system biologis.
·         Alat Pengangkut dan Penyimpanan
Banyak molekul dengan MB kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedangkan mioglobin mengangkut oksigen dalam otot.
·         Pengatur Pergerakan
Protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran.
·         Penunjang Mekanik
Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebebkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut
·         Pertahanan Tubuh atau Imunisasi
Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibody, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel-sel asing lain.
·         Media Perambatan Impuls Saraf
Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata
·         Pengendalian Pertumbuhan
Protein ini bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi bagian-bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan. (Lehninger, 1996)

Sifat-Sifat Fisikokimia Protein

·         Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis asam aminonnya
·         Berat molekul protein sangat besar
·         Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air, tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak
·         Bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out
·         Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol maka protein akan menggumpal
·         Protein dapat bereaksi dengan asam dan basa

Struktur Protein
Struktur protein distabilkan oleh 2 macam ikatan yang kuat (peptida dan sulfida) dan dua macam ikatan yang lemah(hidrogen dan hidrofobik). Ikatan peptida adalah struktur primer protein yang berasal dari gabungan asam amino L-alfa oleh ikatan alfa-peptida. Bukti utama untuk ikatan peptida sebagai ikatan struktur primer dituliskan sebagai berikut:
a. Protease adalah enzim yang menghidrolisis protein, menghaslkan polipeptida sebagai produknya. Enzim ini juga menghidrolisis ikatan peptida protein.
b. Spektrum inframerah protein menunjukkan adanya banyak ikatan peptida
c. Dua protein, insulin dan ribonuklease telah disintesis hanya dengan menggabungkan asam-asam amino dengan ikatan peptida.
d. Protein mempunyai sedikit gugus karboksil dan gugus amina yang dapat dititrasi.
e. Protein dan polipeptida sintetik bereaksi dengan pereaksi biuret, membentuk warna merah lembayung. Reaksi ini spesifik untuk 2 ikatan peptida atau lebih.
f. Penyediaan difraksi sinar X pada tingkat kekuatan pisah 0,2mm telah menyajikan identifikasi ikatan peptida pada protein mioglobin dan hemoglobin. (Winarno, 1997)

Uji Biuret
Pada uji biuret, ketika beberapa tetes larutan CuSO4 yang sangat encer ditambahkan pada alkali kuat dari peptida atau protein dihasilkan warna ungu, adalah test yang umum untuk protein dan diberikan oleh peptida yang berisi dua atau lebih rantai peptida. Biuret dibentuk dengan pemanasan urea dan mempunyai struktur mirip dengan struktur peptida dari protein(Routh, 1969)

Uji Pengendapan dengan Logam
Pada pH di atas titik isoelektrik protein bermuatan negative, sedangkan di bawah titik isoelektrik protein bermuatan positif. Olehkarena itu untuk mengendapkan protein dengan ion logam diperlukan pH larutan di atas titik isoelektrik, sedangkan untuk pengendapan protein dengan ion negative memerlukan pH larutan di bawah titik isoelektrik. Ion- ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+,Pb2+,Cu2+,Fe2+. Sedangkan ion-ion negative yang dapat mengendapkan protein adalah ion salisilat, trikloroasetat, pikrat, tanat dan sulfosalisilat(Riawan, 1990)

Uji Pengendapan dengan Garam
Pembentukan senyawa tak larut antara protein dengan ammonium sulfat. Apabila terdapat garam-garam anorganik dalam konsentrasi tinggi dalam larutan protein(albumin dan gelatin), maka kelarutan protein akan berkurang sehingga terjadi pengendapan protein. Teori menyebutkan bahwa sifat tersebut terjadi karena ion garam mampu mengikat air(terhidrasi) sehingga berkompetisi dengan molekul protein dalam mengikat air.

Uji Pengendapan dengan Alkohol
Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organic dapat merubah atau mengurangi konstanta dielektrika dari air sehingga kelarutan protein berkurang, dan karena juga alkohol berkompetisi dengan protein terhadap air.



Uji Koagulasi
Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan terjadi koagulasi. Pada pH iso-elektrik ( pH pada larutan tertentu biasanya sekitar 4-4,5 dimana protein mempunyai muatan positiof dan muatan negative sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperature diatas 60  kelrutan akan berkurang (koagulasi) karena pada temperature yang tinggi energy kinetic protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tersier dan kuarterner koagulasi.

Uji Denaturasi Protein
Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang memutuskan molekul protein. Akibat dari suatu denaturasi adalah hilangnya banyak sifat-sifat biologis suatu protein(Fessenden, 1989).
Salah satu penyebab denaturasi protein adalah perubahan temperatur, dan juga perubahan pH. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah detergent, radiasi zat pengoksidasi atau pereduksi, dan perubahan jenis pelarut. Denaturasi dapat bersifat reversibel, jika suatu protein hanya dikenai kondisi denaturasi yang lembut seperti perubahan pH. Jika protein dikembangkan kelingkungan alamnya, hal ini untuk memperoleh kembali struktur lebih tingginya yang alamiah dalam suatu proses yang disebut denaturasi. Denaturasi umumnya sangat lambat atau tidak terjadi sama sekali(Fessenden, 1989). Denaturasi protein juga dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, ikatan garam atau bila susuna  ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein berubah. Dengan perkataan lain denaturasi adalah terjadi kerusakan struktur primer, sekunder, tersier dan struktur kuarterner, tetapi struktur primer (ikatan peptida) masih utuh.
Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat I), sekunder (tingklat II), tersier (tingkat III), dan kuarterner (tingkat IV).



Struktur primer protein 
Protein yang dibentuk dengan asama amino tergabung dalam ikatan polipeptida.  Setiap asam amino terhubung dengan asam amino lainnya dalam ikatan peptida yang terbentuk karena adanya  reaksi kondensasi gugus karboksil pada setiap masing-masing asam amino.
Struktur Asam amino primer
Pada ujung dari rangkaian polipeptida yang terbentuk mempunyai sifat kimia yang berbeda: satu ujung mempunyai gugus amino bebas (N atau amino, NH2-) disisi satunya, sedangkan mempunyai gugus karboksil bebas (ujung C atau karboksil, COOH-) pada ujung satunya. Oleh karena itu, arah polipeptida dan dituliskan baik N→C (kiri ke kanan) maupun C →N (kanan ke kiri).

Struktur Sekunder protein
Pada struktur sekunder, rangkaian polipeptida memiliki konformasi yang berbeda. Bersifat reguler dan memiliki pola lipatan berulang dari rangka protein. Dua tipe umum struktur protein sekunder yaitu α-heliks dan β-sheet. Keduanya terbentuk karena ikatan hidrogen yang terjadi antara asam amino yang berbeda pada polipeptida.

Struktur Tersier
Struktur polipeptida yang terjadi dari lipatan komponen struktur sekunder polipeptida yang membentuk konfigurasi tiga dimensi. Bermacam-macam gaya ikatan hidrogen antar asam amino yang terjadi pada rangkaian polipeptida inilah maka disebur struktur tersier. Disertai gaya hidrofobik rangkaian ini menempatkannya (asam amino gugus non-polar) dibagian dalam protein dengan tujuan melindunginya dari air. Selain ikatan hidrogen, terdapat juga ikatan kovalen yang disebut juga sebagai jembatan disulfide antara asam amino sistein di berbagai macam posisi pada rangkaian polipeptida.
Struktur Kuartener protein
Asosiasi yang terjadi antara dua atau lebih rangkaian polipeptida, dimana masing-masing terlipat menjadi struktur tersier, menjadi protein multisubunit. Tidak semua protein membentuk struktur kuaternair. Antara rangkian polipeptida yang berbeda struktur protein terikat dengan jembatan disulfide. Sedangkan pada protein yang terdiri dari asosiasi subunit yang lebih lemah akan dihubungkan dengan ikatan hidrogen dan efek hidrofobik. Protein ini dapat kembali pada komponen polipeptidanya, atau berubah komposisi subunitnya tergantung pada kebutuhan fungsinya. Singkatnya, struktur kuartener menggambarkan subunit-subunit yang berbeda dipak bersama-sama membentuk struktur protein.
(Wibowo, luqman, 2009)

III.             ALAT DAN BAHAN

Alat
Bahan
ü  Tabung Reaksi
ü  Pipet Tetes
ü  Gelas Ukur
ü  Batang Pengaduk
ü  Kertas Saring
ü  Stopwatch
ü  Termometer
ü  pH meter
ü  Natrium Hidroksida 2.5 M
ü  Larutan protein (gelatin & albumin)
ü  Larutan Tembaga Sulfat CuSO4 0.01 M
ü  Merkuri (II) klorida atau HgCl 0.2 M
ü  Timbal Asetat 0.2 M
ü  Larutan jenuh (NH4)2SO4
ü  Reagen Millon
ü  Reagen Uji Biuret
ü  Buffer Asetat 5 M
ü  Asam Klorida 0.1 M
ü  Natrium Hidroksida 0.1 M
ü  Etil Alkohol 95 %
ü  Asam Asetat 1 M
ü  Air
ü  Buffer Asetat pH 4.7 (1 M)
ü  HCl 0.1 M
ü  NaOH 0.1 M



IV.             PROSEDUR PERCOBAAN

Cara Kerja
Pengamatan
v  Uji Biuret
3ml larutan protein dimasukkan ke dalam tabung reaksi
 


Ditambahkan 1ml natrium hidroksida 2.5 N, lalu diaduk
 


Ditambahkan satu tetes larutan tembaga sulfat 0.01 M, lalu diaduk








v  Pengendapan dengan Logam

3ml larutan protein dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan 5 tetes HgCl2 0.2 M
 


Percobaan diulangi dengan menggunakan Pb asetat 0.2 M













v  Pengendapan dengan Garam

5ml larutan protein dijenuhkan dengan ammonium sulfat ditambahkan sedikit garam.

Diaduk hingga melarut kemudian ditambahkan sedikit lagi ammonium sulfat lalu diaduk lagi.
 


Setelah larutan jenuh, lalu disaring.
 


Uji kelarutan endapan didalam air
 


Endapan diuji lagi dengan Reagen Millon dan difiltrat dengan uji biuret





v  Pengendapan dengan Alkohol

Tiga tabung reaksi disiapkan untuk masing-masing reaksi
 


Tabung reaksi pertama diisi dengan 5ml albumin ditambah1ml buffer asetat pH 4.7 (5M) dan 6ml etil alkohol 95%
 


Tabung reaksi kedua diisi dengan 5ml larutan albumin ditambah 1ml HCl 0.1M dan 6ml etil alkohol 95%
 


Tabung reaksi ketiga diisi dengan 5ml larutan albumin ditambah dengan 1ml NaOH 0.1 M dan 6ml etil alkohol 95%.








v  Uji Koagulasi

5ml larutan protein dimasukkan kedalam tabung reaksi
 


Ditambahkan 2tetes asam asetat 1M
 


Tabung diletakkan dalam air mendidih selama 5menit
 


Endapan diambil dengan batang pengaduk

Uji kelarutan endapan dalam air
 


Endapan diuji pula dengan Reagen Millon













v  Denaturasi Protein

Siapkan tiga tabung reaksi
 


Tabung reaksi pertama diisi dengan 9ml larutan albumin dan 1ml HCl 0.1 M
 


Tabung reaksi kedua diisi dengan 9ml larutan albumin dan 1ml NaOh 0.1 M
 


Tabung reaksi ketiga diisi dengan 9ml larutan albumin dan buffer asetat pH 4.7 (5M)
 


Ketiga tabung tersebut dimasukkan dalam air mendidih selama 15 menit
 


Kemudian didinginkan pada temperatur kamar
 


Pada tabung 1 dan 2 ditambahkan 10ml buffer asetat pH 4.7

Protein + NaOH
- Pada Gelatin berwarna kuning, bening
- Pada Albumin berwarna bening
+ CuSO4
- Pada Gelatin è Ada cincin ungu (ada/ mengandung minyak)
   ( + )
- Pada Albumin è Ada cincin ungu muda 
  ( + )


- Gelatin + HgCl è Fasa tengah bening
- Gelatin + pb asetat è sedikit endapan

 

- Albumin + HgCl è endapan putih susu
- Albumin + pb asetat è gumpalan endapan putih susu.
 


- Gelatin + (NH4)2SO4 è endapan putih ( a )
- Albumin + (NH4)2SO4 è endapan putih ( b )
   
         ( a )                    ( b )
- Albumin + uji biuret è encer (pecah tidak bersatu)
- lar. Protein + air è tidak larut
- Albumin + millon è endapan coklat
- Gelatin + millon è gumpalan terpisah + Uji biuret è coklat ( agak terpisah)

Tabung 1 è Gumpalan putih keruh ditengah  + Etil Alkohol è gumpalan keatas
 
Tabung 2 è Gumpalan diatas + Etil Alkohol è gumpalan ditengah dan diatas.

Tabung 3 è Gumpalan sedikit + Etil Alkohol è putih (bening)
- Albumin + asam asetat : ada endapan
- Gelatin + asam asetat : tidak terjadi perubahan warna (tetap berwarna kuning bening)
       

- Setelah Dipanaskan : Albumin è endapan putih keruh
Gelatin è tidak ada perubahan
- Uji kelarutan dgn air è tidak ada reaksi apapun

- Uji reagen Millon è menjadi warna coklat.



Tabung 1 : lar albumin + HCl è gumpalan putih susu (diatas) dan endapan diseluruh permukaan + buffer asetat è gumpalan terpecah, ada gumpalan (tengah)
 

Tabung 2 : lar albumin + NaOH ada fase ditengah dan tidak ada endapan + buffer asetat è ada gumpalan susu
 

Tabung 3 : lar albumin + buffer asetat gumpalan putih susu (diatas) dan endapan diatas permukaan




V.                PEMBAHASAN
Pada percobaan pertama ini dilakukan uji biuret untuk identifikasi protein, dimana hasilnya larutan albumin dan larutan gelatin menunjukan hasil positif (+) dengan ditandai perubahan warna pada kedua larutan menjadi biru tua (ungu) setelah larutan albumin ditetesi larutan tembaga sulfat (CuSO4 0,01 M) sebanyak 1 tetes, dan larutan gelatin ditetesi larutan tembaga sulfat (CuSO4 0,01 M)  sebanyak 2 tetes. Pada larutan albumin terjadi cincin berwarna ungu pada bagian atas tabung dari ikatan antara Cu dan N unsure N terdapat peptide, menghasilkan CuN yang terjadi pada suasana basa (mengenai penggunaan KOH atau NaOH), makin panjang suatu ikatan peptide maka warna ungu yang terbentuk akan semakin jelas dan semakin berwarna tua. Uji biuret berlaku untuk senyawa yang mempunyai ikatan peptide lebih dari satu. Biuret bereaksi dengan membentuk senyawa kompleks Cu dengan gugus -CO dan -NH pada asam amino dalam protein. Fenol tidak bereaksi dengan biuret karena tidak mempunyai gugus -CO dan -NH pada molekulnya.( Ridwan, 1990)
Pada percobaan kedua kita lakukan percobaan dengan pengendapan oleh logam. Hasil yang didapatkan adalah pada tabung yang berisi albumin yang ditambahkan HgCl2 pada tetesan ke lima terlihat adanya endapan putih di bawah tabung hal ini terjadi karena logam berat dapat mengendapkan protein dengan cara menaikkan Ph diatas titik isoelektrik (Ridwan, 1990)
Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat akan terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin yang terkoagulasi setelah ditambahkan HgCl2 maupun timbal asetat . Senyawa-senyawa tersebut akan memutuskan jembatan garam dan berikatan dengan protein dan membentuk endapan logam proteinat. Protein juga dapat mengendap bila terdapat garam-garam anorganik dengan konsentrasi yang tinggi dalam larutan protein. Hal tersebut dapat kita lihat pada endapan yang terdapat pada albumin setelah ditambahkan HgCl2 dan Pb asetat. Albumin yang ditambahkan dengan HgCl2  jauh lebih banyak yang mengendap dibandingkan dengan penambahan Pb asetat, hal tersebut dikarenakan tetapan disosiasi dari HgCl2 lebih besar dibandingkan dengan Pb asetat. Ion Hg semakin berikatan dengan protein sehingga endapan lebih banyak. Hasil yang kita peroleh dari percobaan ini terhadap gelatin yang ditetesi HgCl2 maupun Pb asetat adalah memberikan hasil negative, hal tersebut karena konsentrasi gelatin kurang pekat sehingga tidak terlihat adanya endapan.
Pada percobaan yang ketiga kita lakukan percobaan dengan pengendapan oleh garam, garam-garam anorganik mengendapkan protein karena kemampuan ion garam terhidrasi sehingga berkompetisi dengan protein untuk mengikat air. Hasil dari percobaan yang kita lakukan adalah pada larutan albumin setelah ditambahkan ammonium sulfat, larutan albumin mulai terdapat endapan asam amino sulfat. Sedangkan pada larutan gelatin mulai ada endapan asam amino sulfat setelah ditambahkan sedikit garam. Pada garam ammonium sulfat pada albumin yang ditambahkan dengan  air menjadi larut karena garam bersifat higroskopis yang dapat mengikat air. Molekul air dalam albumin diikat oleh garam sehingga albumin dapat terjadi penggumpalan. Pada pengujian ini albumin setelah dicampur dengan (NH4)2SO4 terjadi salting-out yang terjadi karena larutan garam dapat merusak ikatan peptide yang dimiliki oleh albumin. Semakin tinggi kadar garam yang dikandung suatu larutan maka semakin tinggi pula denaturasi yang terjadi pada suatu protein. Pada percobaan ini jika larutan albumin dikocok terlalu kencang maka albumin akan mengalami denaturasi. Denaturasi adalah perubahan struktur primer, sekunder, tersier dan kuarterner pada suatu protein baik itu dalam bentuk enzim ataupun dalam bentuk hormon, karena ikatn peptide tidak pecah maka struktur primer tidak akan terganggu. Dan pada endapan garam ammonium sulfat pada albumin yang di uji dengan reagen millon larutan menjadi tidak larut hal tersebut menunjukan reaksi negatif (-), sedangkan garam ammonium sulfat pada albumin yang di uji dengan air larutan menjadi larut hal tersebut menunjukan reaksi (+). Pada endapan garam ammonium sulfat pada gelatin yang diuji dengan reagen millon menghasilkan warna kecoklatan dan terlarut hal tersebut menunjukan reaksi positif (+) yang menandakan bahwa masih adanya protein yang mengendap, begitupun dengan uji kelarutan menggunakan air yang dimana larutan tidak larut. Hasil tersebut mengidentifikasikan bahwa masih ada sebagian protein yang mengendap setelah ditambahkan garam.
(Ridwan, 1990)
Pada percobaan yang keempat dilakukan percobaan pengendapan dengan alkohol, hasil pengamatan yang kita peroleh adalah pada tabung I yang ditambahkan buffer asetat dan etil alkohol 95% terbentuk endapan cukup banyak dan pada tabung II yang berisi albumin dengan penambahan HCl dan etil alkohol 95% terbentuk pula endapan tetapi pada tabung III yang berisi albumin dengan penambahan NaOH dan etil alkohol tidak terlihat adanya endapan. Protein akan terdenaturasi atau mengendap bila berada pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya. Pada uji ini, albumin yang dilarutkan dalam buffer asetat pH 4,7 menunjukkan adanya endapan sedangkan albumin yang dilarutkan dalam HCl maupun NaOH, keduanya tidak menunjukkan adanya pengendapan, namun setelah ditambahkan buffer asetat dengan volume berlebih, protein pun mengendap hal ini menunjukkan bahwa protein albumin mengendap pada titik isolistriknya, yaitu sekitar pH 4,7. Seperti pada hasil percobaan yang kita peroleh. Tabung  yang mengandung asam (ber-pH rendah) yang menunjukkan pengendapan protein. Pada protein, ujung C asam amino yang terbuka dapat bereaksi dengan alkohol dalam suasana asam membentuk senyawa protein ester. Pembentukan ester ini ditunjukkan oleh adanya endapan yang terbentuk. Pada percobaan ini semua tabung kita tambahkan alkohol yang bertujuan untuk menurunkan konstanta dielektrik larutan sehingga gaya tarik-menarik antar molekul bermuatan lebih besar.(Ridwan, 1990)
Percobaan ke lima yang kita lakukan adalah uji koagulasi dengan hasil pengamatan pada tabung I yang berisi gelatin dengan penambahan asam asetat tidak terbentuk endapan dan pada tabung II berisi albumin dengan penambahan asam asetat yang menghasilkan endapan. Kemudian endapan dari albumin di uji kelarutan menggunakan reagen millon dan air. Pada uji millon menghasilkan warna kecoklatan yang menunjukkan hasil positif(+). Hal ini menunjukkan bahwa endapan tersebut masih bersifat sebagai protein, hanya saja telah terjadi perubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut mengendap. Begitu juga dengan uji kelarutan oleh air yang tetap tidak larut. Hal tersebut dikarenakan perubahan struktur tesier albumin ini tidak dapat diubah kembali ke bentuk semula.(Harper, 1980)
Pada percobaan terakhir yang kita lakukan adalah uji denaturasi protein dengan hasil tabung I yang berisi albumin dengan penambahan HCl sehingga larutan menjadi adanya gumpalan putih susu, pada tabung II yang berisi albumin dengan penambahan NaOH larutan menjadi adanya fase di tengah, dan pada tabung III yang berisi albumin dengan penambahan buffer asetat larutan menjadi adanya gumpalan putih susu. Protein akan terdenaturasi atau mengendap bila berada pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya. Pada uji denaturasi, protein yang dilarutkan dalam buffer asetat pH 4,7 menunjukkan adanya endapan. Protein yang dilarutkan dalam HCl maupun NaOH, keduanya tidak menunjukkan adanya pengendapan, namun setelah ditambahkan buffer asetat dengan volume berlebih, protein pun mengendap hal ini menunjukkan bahwa protein albumin mengendap pada titik isolistriknya, yaitu sekitar pH 4,7. Setelah pemanasan ketiga tabung menghasilkan endapan yang lebih banyak dengan tingkat pengendapan sama seperti di atas, hal tersebut dikarenakan panas dapat mengacaukan ikatan hydrogen ddan interaksi hidrofobik non polar, hal ini terjadi karena suhu tinggi yang dapat meningkatkan energy kinetic dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat, sehingga mengacaukan ikatan protein tersebut.

VI.             KESIMPULAN
»          Pada uji biuret  hasil positif ditunjukan pada kedua larutan protein yaitu albumin dan gelatin. Uji biuret ini digunakan untuk mengidentifikasi protein
»          Pada uji pengendapan dengan logam, hasil positif ditunjukan pada albumin yang ditambahkan HgCl maupun Pb asetat dan hasil negative ditunjukan oleh gelatin yang ditambahkan dengan HgCl maupun Pb asetat
»          Pada uji pengendapan dengan garam, semua larutan protein (albumin dan gelatin) mengendap setelah dijenuhkan oleh (NH4 )2 SO4 dimana larutan albumin lebih cepat mengendap dan hasil positif dari uji millon pada endapan yaitu pada gelatin sedangkan hasil negative di tunjiukan oleh albumin dengan penambahan air(dilihat dari kelarutannya) dan hasil positif pada filtrate oleh uji biuret ditandai dengan munculnya warna biru muda pada kedua larutan
»          Pada uji pengendapan dengan alkohol hasil positif ditunjukan pada tabung I dan II dan hasil negative ditunjukan pada tabung III
»          Pada uji koagulasi protein, hasil positif ditunjukan oleh albumin dan hasil negative oleh gelatin(dilihat dari endapannya). Pada uji kelarutan, hasil positif uji millon ditandai dengan terbentuknya warna kecoklatan pada endapan albumin setelah ditambahkan millon sedangkan hasil negative ditunjukan oleh endapan albumin yang ditambahkan air ditandai dengan tidak larutnya endapan
»          Pada uji denaturasi protein semua tabung berisi albumin setelah ditambahkan reagen masing-masing menghasilkan endapan, hanya tingkat endapannya yang berbeda. Pada tabung III endapan yang dihasilkan lebih banyak daripada tabung II dan I. Tabung I(++), tabung II(+) dan tabunng III(+++) begitu pula setelah dipanaskan, endapan yang dihasilkan pada ketiga tabung bertambah dengan tingkat pengendapan sama dengan hasil awal dan pada tabung I dan II tingkat endapan bertambah setelah ditambahkan buffer asetat

VII.          DAFTAR PUSTAKA
1.      Fessenden, R.J and Fessenden, J. S. 1989. Kimia Organik jilid II. Erlangga: Jakarta
2.      Girindra, A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.
3.      Harper, et al. 1980. Biokimia(Review of Physiologycal Chemistry). Edisi 17. EGC: Jakarta
4.      Hart,H, 1987, KIMIA ORGANIK, alih bahasa: Sumanir Ahmadi, Erlangga, Jakarta
5.      Lehninger, A. 1988. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan Maggy Thenawidjaya. Erlangga, Jakarta
6.      Muchtadi, D., Nurheni Sri Palupi, dan Made Astawan. 1992. Metode kimia biokimia dan biologi dalam evaluasi nilai gizi pangan olahan. Hal.: 5-28, 82-92, dan 119-121.
7.      Ophart, C. E. 2003. Virtual Chembook. Elmhurst college
8.      Ridwan, S. 1990. Kimia Organik edisi I. Binarupa Aksara: Jakarta
9.      Routh, J.I, 1969, ESSENTIAL of GENERAL ORGANIC and BIOCHEMISTRY, W.B.Sounders Company, Philadelphia
10.  Wibowo, luqman. 2009. Deskripsi dan macam-macam tingkatan struktur protein. Bandung
11.  Winarno, F.G, 1997, KIMIA PANGAN dan GIZI, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta







Tidak ada komentar:

Posting Komentar